Stres Kerja Bikin Berat Badan Naik? Ini Faktanya!

Jam kerja yang padat, tumpukan tugas yang seolah tak ada habisnya, dan tekanan untuk selalu memberikan hasil terbaik ini adalah realitas yang dihadapi banyak profesional setiap hari. Tanpa disadari, celana jeans yang dulu pas kini terasa lebih sempit, dan angka di timbangan perlahan merangkak naik. Anda mungkin bertanya-tanya, “Apakah benar stres kerja bikin berat badan naik?”

Jawabannya, singkatnya, adalah ya. Ini bukan sekadar mitos atau perasaan Anda saja. Ada penjelasan ilmiah yang kuat di balik mengapa tekanan di kantor dapat secara langsung memengaruhi lingkar pinggang Anda. Ini adalah siklus kompleks yang melibatkan hormon, psikologi, dan kebiasaan yang terbentuk tanpa kita sadari.

Artikel ini akan mengupas tuntas fakta di balik fenomena ini, mulai dari cara tubuh Anda merespons stres hingga strategi praktis yang bisa Anda terapkan untuk memutus siklus tersebut dan kembali mengendalikan kesehatan Anda.

 

Memahami Hubungan Stres dan Tubuh: Tinjauan Ilmiah

Untuk memahami mengapa stres kerja bikin berat badan naik, kita perlu melihat apa yang terjadi di dalam tubuh kita ketika kita merasa tertekan. Tubuh manusia memiliki sistem respons stres yang canggih, yang dirancang untuk membantu kita menghadapi ancaman. Namun, sistem ini tidak dirancang untuk diaktifkan secara terus-menerus seperti yang sering terjadi dalam lingkungan kerja modern.

 

1. Peran Kortisol, Si Hormon Stres

Ketika Anda menghadapi situasi yang menekan, kelenjar adrenal Anda melepaskan hormon yang disebut kortisol. Dalam situasi jangka pendek (misalnya, saat Anda harus presentasi mendadak), kortisol sangat membantu. Hormon ini meningkatkan gula darah untuk memberikan energi cepat pada otot dan otak, serta mempertajam fokus Anda.

Masalah muncul ketika stres menjadi kronis. Stres kerja yang berkelanjutan membuat kadar kortisol dalam tubuh tetap tinggi secara konsisten. Inilah beberapa dampak negatifnya terkait berat badan:

  • Meningkatkan nafsu makan: Kortisol yang tinggi mengirim sinyal ke otak bahwa tubuh membutuhkan lebih banyak energi untuk “bertarung”. Sinyal ini memicu keinginan untuk mengonsumsi makanan padat kalori, tinggi gula, dan tinggi lemak—jenis makanan yang memberikan kepuasan instan.
  • Memicu penyimpanan lemak perut: Salah satu efek paling berbahaya dari kortisol kronis adalah kemampuannya untuk mendorong penyimpanan lemak viseral, yaitu lemak yang menumpuk di sekitar organ-organ di rongga perut. Lemak perut ini secara metabolik lebih aktif dan dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan masalah kesehatan serius lainnya.

 

2. Pengaruhnya pada Gula Darah dan Insulin

Seperti yang disebutkan, kortisol meningkatkan kadar gula darah. Sebagai respons, pankreas akan melepaskan insulin untuk membantu sel-sel menyerap gula tersebut. Namun, jika kadar kortisol dan gula darah terus-menerus tinggi, sel-sel tubuh bisa menjadi resisten terhadap insulin. Resistensi insulin membuat tubuh lebih sulit mengolah gula, yang pada akhirnya akan disimpan sebagai lemak.

 

3. Gangguan pada Hormon Lapar dan Kenyang

Stres kronis juga mengacaukan dua hormon kunci yang mengatur nafsu makan:

  • Ghrelin (Hormon Lapar): Stres dapat meningkatkan produksi ghrelin, membuat Anda merasa lebih sering lapar dari biasanya.
  • Leptin (Hormon Kenyang): Sebaliknya, stres dapat mengganggu sinyal leptin ke otak. Artinya, meskipun Anda sudah makan cukup, otak Anda mungkin tidak menerima pesan bahwa Anda sudah kenyang, sehingga mendorong Anda untuk terus makan.

 

 

Baca juga: Rekomendasi 8 Situs Pencari Kerja ke Luar Negeri Terbaik!

 

 

Bagaimana Stres Kerja Secara Spesifik Memicu Kenaikan Berat Badan?

Selain proses biologis di atas, ada faktor-faktor perilaku yang secara nyata menjelaskan bagaimana fenomena stres kerja bikin berat badan naik terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

 

1. Emotional Eating: Makan Bukan Karena Lapar

Emotional eating adalah menggunakan makanan sebagai cara untuk menekan atau menenangkan emosi negatif. Saat merasa tertekan, cemas, atau lelah setelah hari yang panjang di kantor, sepotong kue cokelat atau sebungkus keripik kentang terasa seperti “hadiah” yang menenangkan. Makanan manis dan berlemak dapat merangsang pelepasan dopamin di otak, neurotransmitter yang terkait dengan rasa senang dan puas. Ini menciptakan siklus di mana otak Anda belajar bahwa makanan adalah solusi cepat untuk perasaan tidak nyaman akibat stres.

 

2. Kelelahan dan Kurangnya Motivasi Berolahraga

Stres tidak hanya menguras mental, tetapi juga fisik. Setelah 8-10 jam bekerja di bawah tekanan, energi yang tersisa sering kali sangat sedikit. Niat untuk pergi ke gym atau jogging sore hari dengan mudah tergantikan oleh keinginan untuk rebahan di sofa. Kurangnya aktivitas fisik berarti lebih sedikit kalori yang terbakar, yang jika digabungkan dengan peningkatan asupan kalori akibat stres, menjadi resep pasti untuk kenaikan berat badan.

 

3. Pola Tidur yang Terganggu

Pernahkah Anda sulit tidur karena terus memikirkan pekerjaan? Stres adalah salah satu penyebab utama insomnia dan kualitas tidur yang buruk. Kurang tidur, seperti halnya stres, dapat meningkatkan kortisol dan ghrelin sambil menekan leptin. Ini adalah kombinasi sempurna yang membuat Anda lebih lapar keesokan harinya dan lebih cenderung memilih makanan yang tidak sehat.

 

4. Melewatkan Waktu Makan dan Memilih Makanan Cepat Saji

Ketika tenggat waktu semakin dekat, makan siang sering kali menjadi prioritas terakhir. Banyak orang melewatkan makan siang atau hanya mengganjal perut dengan camilan seadanya. Melewatkan makan dapat membuat Anda sangat lapar di kemudian hari, yang sering kali berakhir dengan makan berlebihan saat makan malam. Selain itu, karena keterbatasan waktu, makanan cepat saji atau pesan antar yang tinggi kalori dan rendah nutrisi menjadi pilihan yang paling mudah.

 

Strategi Mengelola Stres Kerja untuk Mencegah Kenaikan Berat Badan

Mengetahui bahwa stres kerja bikin berat badan naik adalah langkah pertama. Langkah selanjutnya adalah mengambil tindakan. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa Anda terapkan, baik di tempat kerja maupun di luar jam kerja.

 

1. Di Tempat Kerja

  • Teknik Mindfulness dan Pernapasan Dalam: Saat merasa kewalahan, ambil waktu 2-3 menit untuk berhenti sejenak. Tutup mata Anda dan fokus pada napas. Tarik napas dalam-dalam melalui hidung selama 4 detik, tahan selama 4 detik, dan hembuskan perlahan melalui mulut selama 6 detik. Ini dapat membantu menurunkan detak jantung dan menenangkan respons stres tubuh.
  • Ambil Jeda Singkat Secara Teratur: Gunakan teknik Pomodoro (25 menit kerja, 5 menit istirahat) atau cukup pastikan Anda berdiri dan berjalan-jalan sebentar setiap jam. Peregangan ringan atau sekadar melihat ke luar jendela dapat membantu menjernihkan pikiran.
  • Tetapkan Batasan yang Jelas: Belajarlah untuk mengatakan “tidak” jika beban kerja Anda sudah terlalu berat. Komunikasikan batasan Anda dengan atasan dan rekan kerja. Matikan notifikasi email pekerjaan setelah jam kerja untuk menciptakan pemisahan yang sehat antara kehidupan profesional dan pribadi.
  • Manajemen Waktu yang Efektif: Buat daftar prioritas tugas setiap pagi. Fokus pada satu tugas pada satu waktu (single-tasking) daripada mencoba melakukan semuanya sekaligus (multi-tasking), yang justru dapat meningkatkan stres.

 

2. Di Luar Jam Kerja

  • Prioritaskan Tidur yang Berkualitas: Ciptakan rutinitas tidur yang menenangkan. Hindari layar gawai setidaknya satu jam sebelum tidur. Pastikan kamar tidur Anda gelap, sejuk, dan tenang. Usahakan untuk tidur 7-9 jam setiap malam.
  • Aktivitas Fisik yang Menyenangkan: Jangan memandang olahraga sebagai hukuman. Temukan aktivitas yang Anda nikmati, apakah itu menari, bersepeda, berenang, atau sekadar berjalan kaki di taman. Aktivitas fisik adalah salah satu cara paling efektif untuk menurunkan kadar kortisol dan melepaskan endorfin (hormon bahagia).
  • Makan dengan Sadar (Mindful Eating): Alih-alih makan sambil menonton TV atau bekerja, duduklah di meja makan dan fokus pada makanan Anda. Nikmati setiap gigitan, kunyah perlahan, dan perhatikan sinyal kenyang dari tubuh Anda. Siapkan bekal sehat untuk makan siang agar terhindar dari godaan makanan cepat saji.
  • Jaga Koneksi Sosial: Luangkan waktu untuk keluarga dan teman. Berbicara tentang masalah Anda dengan orang yang Anda percaya dapat memberikan perspektif baru dan mengurangi beban emosional.

 

Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?

Jika Anda merasa stres kerja sudah sangat mengganggu dan strategi di atas tidak cukup membantu, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Seorang terapis atau konselor dapat membantu Anda mengembangkan mekanisme koping yang lebih sehat. Sementara itu, ahli gizi dapat membantu Anda membuat rencana makan yang seimbang untuk melawan efek stres pada tubuh.

 

Jadi, apakah stres kerja bikin berat badan naik?

Faktanya, ya, dan ini didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Dari lonjakan hormon kortisol yang memicu nafsu makan dan penyimpanan lemak perut, hingga kebiasaan emotional eating dan kurangnya motivasi berolahraga, hubungan keduanya sangat jelas.

Namun, kabar baiknya adalah Anda tidak berdaya. Dengan memahami mekanisme di baliknya dan secara proaktif menerapkan strategi manajemen stres, Anda dapat memutus siklus ini. Mulailah dari langkah-langkah kecil, bersikap baik pada diri sendiri, dan ingatlah bahwa mengelola stres bukan hanya baik untuk karier Anda, tetapi juga investasi tak ternilai untuk kesehatan jangka panjang Anda.

Tertarik Kerja di Luar Negeri, Tapi Bingung Mulai dari Mana? Yuk, konsultasi dengan WorkAbroad.id! Kami bantu persiapkan semua kebutuhanmu, dari dokumen hingga tips sukses berkarir di luar negeri.

Jangan ragu, klik tombol di bawah ini dan mulai perjalanan karier internasionalmu sekarang! 👇

 

Stres Kerja Bikin Berat Badan Naik - Stres Kerja Bikin Berat Badan Naik? Ini Faktanya!